Introduksi
Skripsi yang sedari dulu telah lekat menjadi proses yang dilalui seluruh mahasiswa tingkat akhir, kini tidak menjadi suatu keharusan. Skripsi merupakan bukti dan standar kompetensi yang harus dipenuhi mahasiswa melalui sebuah karya tulis ilmiah dalam menguasai dan menuntaskan bidang ilmunya. Sejak diterbitkannya Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 pada September lalu, fleksibilitas dan otonomi diberikan kepada perguruan tinggi untuk menentukan standar nasional pendidikan tinggi di tingkat operasional. Dalam peraturan tersebut utamanya pada pasal 18 ayat (9) serta pasal 19 selain skripsi, tesis, atau disertasi, tugas akhir dapat berupa prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis. Sebagai salah satu proses vital dalam kelulusan mahasiswa, kebijakan mengenai skripsi ini tentunya memantik banyak forum diskusi serta menarik atensi masyarakat. Apakah dengan kebijakan ini, kualitas lulusan menjadi tidak terstandar?
Perdebatan di kalangan praktisi pendidikan dan mahasiswa
Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 menuai banyak penilaian dari kalangan dosen dan mahasiswa. Menurut Dr. Abdurakhman, M.Hum. selaku dosen Program Studi (Prodi) Sejarah FIB UI, kebijakan ini memerdekakan mahasiswa untuk membuat tugas akhir yang lebih sesuai dengan kebutuhan masing-masing program studi. Namun, pada konteks Prodi Sejarah sendiri, paradigma penelitian dan metodologi harus sangat diuji sehingga skripsi masih menjadi opsi tugas akhir. Pada natur studi yang lebih bersifat praktisi seperti Fakultas Teknik, salah satu mahasiswa DTM FT UGM menyatakan bahwa kebijakan ini memungkinkan mahasiswa membuat proyek tugas akhir sehingga kemampuan teknis dan praktis lebih teruji. Mahasiswa tingkat akhir dari Departemen Ilmu Komunikasi UGM juga menyatakan bahwa kebijakan ini melahirkan peluang output baru, seperti skripsi karya dan proyek kreatif dengan perusahaan. Namun, menurut Dr. Abdurakhman, M.Hum, semua peluang baik yang lahir dari kebijakan ini perlu diikuti oleh penyesuaian proses penilaian dan petunjuk pelaksanaan di lapangan yang jelas lewat kurikulum agar segala bentuk tugas akhir memiliki akuntabilitas kompetensi yang tepat sasaran.
Adakah pengaruh dari skripsi yang dialami mahasiswa?
Sebagai suatu syarat kelulusan, skripsi memberikan tekanan tersendiri bagi mahasiswa tingkat akhir yang sedang memperjuangkan kelulusan. Menurut Riewanto (2003, dalam Roosyiana, 2022), kesulitan yang dialami antara lain mencari judul, mencari literatur atau bahan bacaan, keterbatasan dana, serta kecemasan dalam menghadapi dosen pembimbing. Penelitian yang dilakukan oleh Roosyiana (2022) memperoleh gejala yang timbul pada mahasiswa dalam penyusunan skripsi, antara lain gejala fisik, kognitif, emosional, dan interpersonal. Dampak tersebut muncul dalam bentuk sakit kepala, suasana hati buruk, rasa panik, dan kecenderungan untuk menyendiri. Sama halnya dengan penelitian oleh Susylowati dkk. (2022), yang menunjukkan bahwa mahasiswa penulis skripsi mengalami gejala fisik seperti jam tidur tidak teratur, nyeri kepala, dan diare, sementara gejala emosional yang dialami adalah kecemasan. Di samping dampak-dampak tersebut, mahasiswa tingkat akhir Jurusan Teknik Mesin UGM menyampaikan bahwa skripsi menjadi salah satu tolok ukur yang valuable untuk sarjana Teknik Mesin. Selain itu, mahasiswa tingkat akhir Jurusan Ilmu Komunikasi UGM juga berpendapat bahwa penulisan skripsi dapat menjadi parameter cukup atau tidaknya kemampuan mahasiswa dalam menerima gelar sarjana.
Kebijakan Negara Lain Terkait Tugas Akhir
Amerika Serikat adalah salah satu negara yang menawarkan opsi kepada mahasiswa untuk mengumpulkan tugas akhir berbentuk proyek atau prototipe sebagai tugas akhirnya. Opsi yang ditawarkan oleh sebagian universitas di Amerika Serikat ini disebut capstone project. Salah satu publikasi yang berpengaruh dalam menetapkan nilai yang perlu dipegang pada pelaksanaan capstone project di Amerika Serikat adalah publikasi oleh Boyer Commission on Educating Undergraduates in the Research University (1998), yang merekomendasikan bahwa “semester terakhir harus difokuskan pada pembuatan proyek dan memanfaatkan sepenuhnya keterampilan penelitian serta komunikasi yang telah dipelajari pada semester sebelumnya”. Selain itu, komisi tersebut juga menyatakan atribut yang perlu ada seiring berjalannya capstone project, yaitu kesempatan untuk mahasiswa merefleksikan pencapaian sebelumnya dan kemungkinan di masa depannya setelah lulus, penyajian temuan penelitian capstone project-nya, serta pengaplikasian keterampilan akademis untuk menyelesaikan masalah-masalah spesifik di komunitas.
Penelitian yang dilakukan oleh McGill (2012), menemukan bahwa terdapat kesepakatan secara universal bahwa capstone project yang dilakukan mahasiswa sangat dihargai oleh alumni, mahasiswa aktif, fakultas, dan administrator atas kontribusi signifikannya terhadap pembelajaran mahasiswa. Contohnya, dalam model capstone project yang melibatkan penyelesaian proyek berisiko tinggi, mahasiswa ditemukan sering berkomentar tentang aspek “pembelajaran aktif, terapan, dan berbasis proyek” yang mereka alami. Beberapa terkejut bahwa “anggota masyarakat bersedia bekerja sama dengan kami” dan melihat nilai besar dalam fakta bahwa mereka “memiliki klien nyata.” Penerapan teori ke praktik dengan klien yang nyata sangat dihargai oleh mereka, seperti yang terlihat dalam pernyataan mahasiswa dalam penelitian McGill (2012) berikut: “Saya yakin ini adalah mata kuliah yang bagus bagi semua mahasiswa untuk diambil sebelum lulus karena ini mengambil pengetahuan teoritis yang telah Anda dapatkan dari berbagai mata kuliah dan membuat Anda menerapkannya dengan cara praktis untuk klien nyata.” Pernyataan ini selaras dengan Collier (2000), yang mengatakan bahwa capstone project membuat mahasiswa dapat melihat diri mereka dengan sisi yang berbeda, terutama ketika mereka menyelesaikan proyek berbasis masyarakat yang membuatnya terhubung lebih baik dengan komunitas lokal.
Peraturan akan penghapusan skripsi tentunya perlu dipertimbangkan secara matang oleh berbagai pihak berwenang. Tuntutan kebijakan penghapusan skripsi tentunya perlu didukung oleh syarat kelulusan lain yang dapat memenuhi kriteria yang dibutuhkan bagi mahasiswa. Mengutip BBC Indonesia, peraturan terbaru Nadiem Makarim menegaskan bahwa penggunaan skripsi tidak dilarang, tetapi menyatakan bahwa tugas akhir tidak wajib dalam bentuk skripsi. Pemilihan syarat kelulusan lain tersebut perlu memiliki pedoman yang jelas dan dikaji secara mendalam, serta disesuaikan oleh kebutuhan dan fokus setiap jurusan untuk memastikan sarana pengganti yang dipilih tetap relevan dengan tujuan pencapaian dan turut berguna untuk membantu keberlangsungan karir di masa depan. Hal ini sesuai dengan pernyataan mahasiswa Ilmu Komunikasi UGM angkatan akhir yang menyarankan agar sarana pengganti skripsi dikaitkan dengan peningkatan keterampilan yang relevan serta linear dengan jurusan dan dunia kerja. Seorang mahasiswa Fakultas Teknik juga menyoroti urgensi sarana pengganti skripsi yang dapat menginspirasi siswa untuk mendalami keilmuan mereka secara praktis.
Kesimpulan
Kebijakan terkait tugas akhir mahasiswa yang baru diterbitkan oleh Kemendikbud, secara umum disambut positif oleh berbagai pihak. Fleksibilitas dan otonomi yang diberikan dapat menjadi langkah awal untuk lebih mengakomodasi keberagaman dari suatu perguruan tinggi. Secara khusus, kebijakan ini memberikan peluang dan keleluasaan pada mahasiswa untuk melahirkan output baru tugas akhir selain skripsi. Kebijakan penghapusan skripsi juga didukung oleh beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa skripsi berpengaruh negatif terhadap kondisi kesehatan fisik dan psikis. Negara-negara lain seperti Amerika Serikat juga telah menawarkan opsi untuk mengumpulkan capstone project atau tugas akhir berbentuk proyek atau prototipe sebagai tugas akhirnya yang sangat dihargai dan berkontribusi besar terhadap pembelajaran mahasiswanya. Namun, ada pula yang merasa bahwa kebijakan penghapusan skripsi harus dipertimbangkan dengan lebih matang, yakni dengan membuat pedoman syarat kelulusan lain yang jelas dan mendalam untuk memastikan sarana pengganti yang dipilih tetap relevan dengan tujuan pencapaian. Dengan demikian, perlu untuk mengawal kebijakan ini bersama-sama agar dalam implementasinya dapat berjalan dengan optimal.
Daftar Pustaka
Anugerah, P. (2023). Skripsi: Tidak lagi jadi syarat utama lulus kuliah, apa reaksi mahasiswa dan pakar pendidikan? BBC News Indonesia. https://www.bbc.com/indonesia/articles/clk1xvn7g3ro.
Boyer Commission on Educating Undergraduates in the Research University. (1998). Reinventing undergraduate education: A blueprint for America’s research universities. Retrieved from www.eric.ed.gov/ERICWebPortal/recordDetail?accno=ED424840.
Doddy. (n.d.). Permendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023, Perguruan Tinggi Fleksibel Kembangkan Standar Kompetensi Lulusan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia. https://dikti.kemdikbud.go.id/kabar-dikti/kabar/permendikbudristek-nomor-53-tahun-2023-perguruan-tinggi-fleksibel-kembangkan-standar-kompetensi-lulusan/.
Collier, P. (2000). The effects of completing a capstone course on student identity. Sociology of Education, 73(4), 285–99.
PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 2023 TENTANG PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA.
Roosyiana, A. H. (2022). Distress pada mahasiswa penyusun skripsi. Jurnal Pendidikan dan Konseling, 4(6), 676–680. https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jpdk/article/view/8233/6189.
Susylowati, R., Hafifah, V. N., & Rahman, H. F. (2022). Gambaran stres pada mahasiswa penulis skripsi (studi kasus pada salah satu mahasiswa Program Studi Keperawatan). Jurnal Penelitian Perawat Profesional, 4(4), 1331–1338. https://jurnal.globalhealthsciencegroup.com/index.php/JPPP/article/view/1241/976.
0 Comments