Bagaimana perasaanmu ketika membaca kalimat itu? Sepenggal lirik di atas berasal dari lagu milik Lorde yang berjudul “Ribs”, lho. Siapa yang pernah dengar? Kamu setuju tidak, kalau lirik tersebut akan menjadi lebih bermakna jika kita dengarkan sembari memikirkan tentang masa depan? Tidak hanya dari lirik itu saja, tetapi keseluruhan lagu mengandung makna tentang remaja yang mulai merasa takut menjadi dewasa. Menariknya, tidak sedikit orang yang menobatkan lagu ini sebagai lagu bertemakan coming of age yang sangat cocok didengar oleh para remaja. Namun, apa itu coming of age dan bagaimana hubungannya dengan masa transisi?

 

Dilansir dari artikel berita Parents.com, coming of age adalah istilah untuk mendeskripsikan transisi dari masa anak-anak dan remaja menuju masa dewasa. Dalam lirik “Ribs”, Lorde menggambarkan sebuah paradoks dalam kehidupan para remaja yang dipenuhi oleh kebebasan sekaligus ketakutan akan tantangan dalam beranjak dewasa. Artikel tersebut menyebutkan terdapat beberapa tantangan yang dihadapi remaja ketika menuju masa coming of age, seperti krisis identitas, ketakutan akan banyaknya tanggung jawab dan hubungan interpersonal yang dibangun dengan orang sekitar.

 

Tantangan krisis identitas bukanlah masalah baru. Teori perkembangan oleh Erik Erikson dapat menjelaskan tentang krisis identitas yang dialami oleh remaja awal hingga akhir. Teori psikososial milik Erikson memiliki delapan tahapan perkembangan manusia. Salah satu tahapannya adalah identity vs identify confusion pada masa remaja yang dijelaskan dalam buku berjudul “A Topical Approach to Lifespan Development” milik Santrock. , Santrock mengatakan bahwa masa ini dialami oleh remaja berusia 10-20 tahun. Erikson E. H. (1968) berpendapat bahwa tahap perkembangan psikososial dari masa transisi remaja ke masa dewasa awal telah menjadi periode yang kritis bagi kaum muda (Nadiah et al., 2021I). Umumnya, dalam tahap ini, remaja akan dihadapkan pada tantangan dalam menemukan jati diri mereka. Mereka cenderung mulai bertanya-tanya tentang siapa diri mereka, apa yang sebenarnya mereka inginkan, , dan ke mana nantinya mereka melangkah. 

 

Seiring berjalannya waktu, mereka terus mengeksplorasi berbagai hal di sekelilingnya. Ketika mengeksplor, mereka akan dihadapkan dengan beberapa tantangan baru. Tantangan-tantangan inilah yang menjadi penentu dalam pencarian jati diri. Namun, tak selamanya tantangan itu bisa diselesaikan dengan baik. Ada kalanya mereka mengalami kebingungan. 

 

Selama menghadapi masa itu, remaja akan dipengaruhi oleh lingkungannya. Apabila ia berada di lingkungan yang baik, maka akan tercipta pula identitas yang baik. Begitu pula sebaliknya, jika individu tidak berada pada lingkungan yang baik, maka krisis identitas akan terjadi (Habsy et al., 2023). Erikson, E. H. (1968) percaya bahwa individu tanpa identitas yang jelas akhirnya akan merasa tertekan dan kurang percaya diri ketika mereka tidak memiliki tujuan, atau bahkan mereka menerima bila dikenal sebagai orang yang memiliki identitas negatif, seperti pecundang (Nadiah et al., 2021).

 

Selain krisis identitas, remaja menghadapi tantangan lain dalam hal kemandirian. Tahap formal operational age pada teori kognitif, Piaget menjelaskan bahwa remaja berusia 11-15 tahun hingga dewasa akan mulai bergerak dan berpikir secara abstrak dan lebih logis. Dalam buku Santrock (2017) dijelaskan bahwa mereka mulai memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di masa depan dan dengan apa yang mereka bisa capai. Mereka akan menjadi lebih sistematis dan mandiri dalam mengerjakan tanggung jawabnya. 

 

Hubungan interpersonal merupakan tantangan lain yang dialami oleh remaja. . Sesuai dengan Teori Kohlberg, perkembangan moral di tahap ketiga umumnya akan terjadi pada masa remaja. Tahap perkembangan moral hubungan interpersonal difokuskan untuk memenuhi harapan dan peran sosial anak di lingkungan sekitarnya (Habsy et al., 2023). Pada  tahap ini, hubungan dengan teman, keluarga, dan pasangan mulai berubah. Remaja akan belajar memahami dinamika hubungan yang lebih kompleks.

 

Meski penuh tantangan, masa coming of age juga menawarkan peluang besar untuk bertumbuh dan berkembang. Proses ini sering kali terasa sulit, apalagi jika individu belum terbiasa mengelola emosi serta menghadapi kegagalan. Dengan bimbingan yang tepat, pengalaman hidup, dan refleksi diri, mereka dapat melewati masa ini dengan lebih bijaksana. Pada akhirnya, coming of age bukan hanya tentang menjadi dewasa secara harfiah , tetapi juga tentang perjalanan membentuk versi terbaik dari diri sendiri.

 

Referensi

  • Habsy, B. A., Armania, S., Maharani, A. P., & Fatimah, S. (2023). Teori Perkembangan Sosial Emosi Erikson dan Tahap Perkembangan Moral Kohlberg: Penerapan di Sekolah. Jurnal Tsaqofah, 4(2), 674-686. http://dx.doi.org/10.58578/tsaqofah.v4i2.2345 
  • Nadiah, S., Nadhirah, N. A., & Fahriza, I. (2021). HUBUNGAN FAKTOR PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL DENGAN IDENTITAS VOKASIONAL PADA REMAJA AKHIR. Quanta, 5(1), 21-29. http://dx.doi.org/10.22460/q.v2i1p21-30.642
  • O’Donnell, J. (2024, July 8). Coming of Age: Meanings in Different Cultures. Parents. Retrieved May 20, 2025, from https://www.parents.com/coming-of-age-8665808
  • Santrock, J. W. (2017). A Topical Approach to Lifespan Development. McGraw-Hill Education.
Categories: Artikel

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.