Oleh Nasywa Rahmania Nissa

 

Pernah gak, sih, berada di situasi yang mempertanyakan perasaan teman-teman terhadap seseorang? Bingung alasan sukanya karena pribadi mereka atau karena persepsi personal atas diri mereka? Kalau dipikir lagi, sebetulnya mereka gak memenuhi kriteria ideal yang kita cari dari seseorang, tetapi kenapa ya mereka terlihat menarik?

 

Apa sih ketertarikan dan kenapa kita tertarik dengan seseorang?

Ketertarikan adalah suatu emosi yang dapat memengaruhi respons fisiologis, kognitif, dan perilaku seseorang dalam sebuah hubungan interpersonal (Montoya & Horton, 2020). Sementara itu, ketertarikan interpersonal atau disebut juga perasaan suka umumnya terwujud dalam penilaian positif yang konsisten pada orang tertentu (Montoya & Horton, 2020). Menurut Arthur Aron, salah satu pengaruh internal dari ketertarikan adalah “self-expansion” atau keinginan untuk terikat dengan individu lain demi memperluas pengalaman dalam hidup (Aronson et al., 2019, pp. 296–327). 

 

Selain pengaruh internal, terdapat pula beberapa faktor eksternal yang meningkatkan ketertarikan. Beberapa di antaranya memungkinkan untuk memicu bias ketertarikan.

 

Halo Effect

Halo Effect merupakan bias kognitif yang dapat menyebabkan kecenderungan untuk menilai bahwa seseorang dengan satu karakter positif pasti memiliki karakter-karakter baik lainnya (Aronson et al., 2019, pp. 296–327). Misalnya, ketika melihat seseorang yang cantik atau tampan, terdapat tendensi bagi individu untuk mengasosiasikan keindahan fisik tersebut dengan karakter yang positif (Dion et al., 1972; Lemay et al., 2010; Zebrowitz & Franklin, 2014; Aronson et al., 2019, pp. 296–327).

 

Mere Exposure Effect

Witing tresna jalaran saka kulina” merupakan peribahasa jawa yang mampu menggambarkan makna dari teori Mere Exposure Effect. Peribahasa tersebut memiliki arti “cinta tumbuh karena terbiasa”. Studi menunjukkan bahwa tingginya intensitas pertemuan dengan seseorang dapat meningkatkan kemungkinan rasa suka (Zajonc, 1968; Moreland & Topolinski, 2010; Kawakami & Yoshida, 2014; Aronson et al., 2019, pp. 296–327). Umumnya, familiaritas kita dengan sesuatu dapat menciptakan perasaan suka daripada benci (Aronson et al., 2019, pp. 296–327). Nah, rasa suka itu bisa saja tumbuh dari ilusi kognitif yang muncul karena conditioned atau terbiasa bukan karena pribadi mereka (Bornstein & Craver-Lemley, 2017). 

 

Reciprocal Liking

Seseorang umumnya akan menyukai orang lain yang memiliki banyak kemiripan dengan dirinya (McPherson et al., 2001; Heine et al., 2009; Montoya & Horton, 2013; Aronson et al., 2019, pp. 296–327). Namun, perasaan suka mampu menimbulkan bias yang dapat menoleransi beberapa perbedaan yang ada (Aronson et al., 2019, pp. 296–327). Bayangan akan perasaan cinta yang terbalas dapat menciptakan tendensi untuk menyukai balik orang tersebut (Aronson et al., 2019, pp. 296–327).

 

Confirmation bias

Bias ini merupakan bentuk kesalahan dalam menelaah suatu fenomena karena terlalu berfokus pada informasi yang mendukung keyakinan diri sendiri (Aronson et al., 2019, pp. 296–327). Hal tersebut rentan membuat kita memaklumi kesalahan interpretasi dan memiliki kepercayaan diri yang ekstrim atas keyakinan yang dimiliki tentang seseorang yang kita sukai  (Peters, 2020). Bukan tidak mungkin bahwa sikap-sikap mereka kepada kita sebenarnya netral atau bahkan kurang baik, tetapi kita justru berfokus pada hal-hal baik yang kita ingin percaya saja.

 

Idealization in Romantic Belief

Romantisisme dalam urusan percintaan terwujud dalam rangkaian kepercayaan atas hubungan interpersonal antara dua individu (Spanier, 1972; Karandashev, 2019). Salah satunya adalah idealisasi bahwa orang yang disukai merupakan individu dengan kualitas paling unggul dan unik (Sprecher et al., 1994; Giddens, 1992; Fisher, 2005;de Munck et al., 2011; Karandashev, 2019). Pemikiran tersebut cenderung membuat individu mengabaikan kualitas negatif orang yang disukai serta hanya memperhatikan kualitas positifnya saja (Karandashev, 2019).

 

Kemudian, bagaimana caranya kita tahu mana perasaan yang benar?

Sayang sekali, kenyataannya tidak ada cara yang pasti bagi kita untuk mengetahui hal ini. Sebagai manusia, wajar halnya untuk salah dalam memahami suatu hal utamanya ketika sedang jatuh hati. Emosi yang muncul saat jatuh cinta mampu mengelabui penilaian kita terhadap orang tersebut. Lerner dkk (2015) menjelaskan bahwa emosi positif mampu mendorong seseorang untuk memilih opsi yang lebih optimis sehingga memungkinkan munculnya bias dalam pengambilan keputusan.  Mengingat manusia adalah makhluk yang unik dan dinamis, terkadang perilaku mereka pun tidak terduga atau tidak sesuai dengan teori yang ada. Akan ada kemungkinan  sikap mereka yang baik namun tidak masif itu memang tulus karena perasaan suka tetapi justru disalahpahami dengan label bias kognitif. Pada akhirnya, perjalanan mencari cinta “sejati” memang tidak mudah. Terdapat banyak faktor yang memengaruhi persepsi dan interpretasi kita pada suatu hal. Selama perasaan suka tersebut berdasar pada penerimaan tulus atas diri mereka apa adanya, hal ini  mungkin mampu menjadi indikasi dari ketertarikan interpersonal yang sehat.

 

References

  • Aronson, E., Wilson, T. D., & Sommers, S. (2019). Social psychology (10th ed., pp. 296–327). Pearson.
  • Bornstein, R. F., & Craver-Lemley, C. (2017). Mere Exposure Effect. In Cognitive Illusions Intriguing Phenomena in Thinking, Judgment, and Memory (pp. 256–275). Routledge/Taylor & Francis Group.
  • de Munck, V. C., Korotayev, A., de Munck, J., & Khaltourina, D. (2011). Cross-Cultural Analysis of Models of Romantic Love Among U.S. Residents, Russians, and Lithuanians. Cross-Cultural Research, 45(2), 128–154. https://doi.org/10.1177/1069397110393313
  • Dion, K., Berscheid, E., & Walster, E. (1972). What Is Beautiful Is Good. Journal of Personality and Social Psychology, 24(3), 285–290. https://doi.org/10.1037/h0033731
  • Fisher, H. (2005). Why we love : the nature and chemistry of romantic love. H. Holt.
  • Giddens, A. (1992). The transformation of intimacy: sexuality, love and eroticism in modern societies. Polity Press.
  • Heine, S. J., Foster, J.-A. B., & Spina, R. (2009). Do birds of a feather universally flock together? Cultural variation in the similarity-attraction effect. Asian Journal of Social Psychology, 12(4), 247–258. https://doi.org/10.1111/j.1467-839x.2009.01289.x
  • Karandashev, V. (2019). Idealization and Romantic Beliefs in Love. Cross-Cultural Perspectives on the Experience and Expression of Love, 83–98. https://doi.org/10.1007/978-3-030-15020-4_4
  • Kawakami, N., & Yoshida, F. (2014). How do implicit effects of subliminal mere exposure become explicit? Mediating effects of social interaction. Social Influence, 10(1), 43–54. https://doi.org/10.1080/15534510.2014.901245
  • Lemay, E. P., Clark, M. S., & Greenberg, A. (2010). What Is Beautiful Is Good Because What Is Beautiful Is Desired: Physical Attractiveness Stereotyping as Projection of Interpersonal Goals. Personality and Social Psychology Bulletin, 36(3), 339–353. https://doi.org/10.1177/0146167209359700
  • Lerner, J. S., Li, Y., Valdesolo, P., & Kassam, K. S. (2015). Emotion and Decision Making. Annual Review of Psychology, 66(1), 799–823. https://doi.org/10.1146/annurev-psych-010213-115043
  • McArthur, L. A. (1972). The how and what of why: Some determinants and consequences of causal attribution. Journal of Personality and Social Psychology, 22(2), 171–193. https://doi.org/10.1037/h0032602
  • McPherson, M., Smith-Lovin, L., & Cook, J. M. (2001). Birds of a Feather: Homophily in Social Networks. Annual Review of Sociology, 27(1), 415–444. https://www.jstor.org/stable/2678628
  • Montoya, R. M., & Horton, R. S. (2012). A meta-analytic investigation of the processes underlying the similarity-attraction effect. Journal of Social and Personal Relationships, 30(1), 64–94. https://doi.org/10.1177/0265407512452989
  • Montoya, R. M., & Horton, R. S. (2020). Understanding the attraction process. Social and Personality Psychology Compass, 14(4). https://doi.org/10.1111/spc3.12526
  • Moreland, R. L., & Topolinski, S. (2010). The Mere Exposure Phenomenon: A Lingering Melody by Robert Zajonc. Emotion Review, 2(4), 329–339. https://doi.org/10.1177/1754073910375479
  • Peters, U. (2020). What Is the Function of Confirmation Bias? Erkenntnis, 87(3), 1351–1376. https://doi.org/10.1007/s10670-020-00252-1
  • Shaver, P., & Mikulincer, M. (2008). An Overview of Adult Attachment Theory. https://cheleyntema.com/wp-content/uploads/2024/05/Mikulincer-and-Shaver-2008-Overview-of-attachment-.pdf
  • SPRECHER, S., ARON, A., HATFIELD, E., CORTESE, A., POTAPOVA, E., & LEVITSKAYA, A. (1994). Love: American style, Russian style, and Japanese style. Personal Relationships, 1(4), 349–369. https://doi.org/10.1111/j.1475-6811.1994.tb00070.x
  • Zajonc, R. B. (1968). Attitudinal Effects of Mere Exposure. Journal of Personality and Social Psychology, 9(2), 1–27. https://doi.org/10.1037/h0025848
  • Zebrowitz, L. A., & Franklin, R. G. (2014). The Attractiveness Halo Effect and the Babyface Stereotype in Older and Younger Adults: Similarities, Own-Age Accentuation, and Older Adult Positivity Effects. Experimental Aging Research, 40(3), 375–393. https://doi.org/10.1080/0361073x.2014.897151
Categories: Artikel

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.