Isu kesehatan mental mahasiswa merupakan topik yang mendapat perhatian besar dalam dunia pendidikan. Kasus mahasiswa yang melakukan percobaan untuk mengakhiri hidupnya kerap diperbincangkan sehingga membuat berbagai pihak berempati dan bertanya-tanya terkait dinamika perkuliahan yang ditanggung mahasiswa. Menurut survei skrining kesehatan mental yang dilakukan oleh Forum Advokasi UGM pada 2023 yang melibatkan 854 mahasiswa/i UGM, 77 partisipan melaporkan memiliki pikiran untuk  melukai diri sendiri setiap hari dan bahwa lebih baik jika hidupnya berakhir. Selain itu, hasil survei juga mengungkapkan bahwa 15,2% mahasiswa/i UGM tergolong dalam kategori depresi berat. Limone dan Toto (2022) menemukan faktor-faktor predisposisi masalah mental mahasiswa yang mencakup faktor akademik, sosial, risiko psikologis, gaya hidup, dan fisiobiologis. Adapun menurut teori perkembangan Erikson, masa perkuliahan merupakan fase transisi menuju kedewasaan yang meliputi proses eksplorasi identitas personal (Stolberg, 2023). Sebagai suatu lingkungan perkembangan pada fase tersebut, fasilitas di perguruan tinggi untuk menyediakan dukungan psikologis bagi mahasiswa perlu disorot.

 

Perhatian kesehatan mental tak boleh lepas dari universitas

Maka dari itu, seluruh perguruan tinggi, termasuk UGM, memiliki peran yang penting dalam mendukung kesehatan mental mahasiswa, terutama ketika hal tersebut memengaruhi kesejahteraan mahasiswa secara keseluruhan, baik dalam segi akademik maupun perkembangan pribadi. Mengingat prevalensi masalah kesehatan mental yang kian meningkat, penting untuk mengintegrasikan layanan kesehatan mental ke dalam kebijakan dan kegiatan perguruan tinggi untuk menciptakan lingkungan yang mendukung kesejahteraan mahasiswa (Saheb et al., 2019). Pendekatan ini dapat diwujudkan melalui pengadaan layanan terpadu seperti konseling, penanganan dalam situasi darurat, dan promosi kesehatan mental di lingkungan kampus.

Layanan dengan pendekatan tersebut sudah tersedia di UGM saat ini, yakni berupa hotline darurat, pendampingan kasus berkelanjutan, serta program edukasi dan kampanye untuk meningkatkan literasi kesehatan mental di kalangan mahasiswa. Namun demikian, selain pengadaan layanan, perguruan tinggi juga harus memastikan keberlanjutan layanan tersebut dengan menyediakan sumber daya manusia memadai dan kebijakan yang mendukung. Tak sampai situ, diperlukan pula integrasi yang lebih baik antara universitas dan fakultas untuk memastikan layanan dapat menjangkau mahasiswa secara lebih dekat dan merata. Lalu, bagaimana perkembangan layanan tersebut di UGM, dan apa yang perlu diperbaiki?

 

Layanan Kesehatan Mental di UGM

UGM menyediakan berbagai fasilitas untuk mendukung kesehatan mental mahasiswa, salah satunya melalui pendirian unit Health Promoting University (HPU). Dilansir dari laman HPU UGM, HPU merupakan unit tingkat universitas dan fakultas yang berfokus pada penciptaan lingkungan kampus yang mendukung kesejahteraan berkelanjutan bagi seluruh sivitas akademika dan mendorong setiap individu untuk mengoptimalkan potensinya, termasuk dalam aspek kesehatan mental (Ugmsehat, 2020). Program-program yang dijalankan oleh HPU bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan literasi kesehatan mental melalui berbagai kegiatan promosi yang terintegrasi dalam kebijakan dan kegiatan kampus. Dengan pendekatan ini, HPU berperan penting dalam membangun lingkungan belajar di perguruan tinggi yang mendukung mahasiswanya untuk menghadapi tantangan pribadi dan akademik.

Selain HPU, UGM juga menyediakan layanan lain seperti Mental Health Emergency Response Line (MHERL), yang memiliki fungsi utama sebagai Psychological First Aid (PFA). MHERL memberikan dukungan dalam situasi krisis melalui hotline 24 jam, membersamai mahasiswa yang membutuhkan bantuan, sembari menghubungkan individu terkait dengan layanan yang lebih sesuai. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang asisten di MHERL, diperoleh informasi bahwa hingga saat ini, MHERL telah melayani lebih dari 317 mahasiswa, dengan lebih dari 240 kasus berisiko tinggi. Tidak hanya itu, UGM juga memiliki Gadjah Mada Medical Center (GMC), Rumah Sakit Akademik (RSA), Unit Konsultasi Psikologi (UKP), serta unit tingkat fakultas lainnya yang menyediakan layanan konseling atau bimbingan psikologis bagi mahasiswa yang membutuhkan pendampingan maupun dukungan emosional. Namun sayangnya, meskipun sejumlah fasilitas tersebut telah disediakan, masih terdapat tantangan dalam implementasinya yang perlu segera diatasi.

 

Promosi dan penanganan kesehatan mental yang masih terganjal

MHERL dikhususkan untuk memberikan penanganan darurat kepada mahasiswa dalam skala universitas. Akan tetapi, sumber daya yang menanganinya tertumpu pada 3 asisten yang merupakan mahasiswa magister profesi yang bergantian shift dari pagi hari hingga jam 10 malam, berimbuh dengan seorang petugas K5L yang berjaga di jam malam hingga pagi harinya. Apakah ini benar tim yang ideal? Ketiga asisten tentunya memiliki tanggungan akademik, pun dalam wawancara diungkapkan petugas K5L ini masih dalam tahapan belajar, belum terlalu berani menangani. Dalam temuan pun, ada beberapa mahasiswa yang mengaku diabaikan dan tidak direspons dengan cepat. Apakah masalah ini kurang serius sehingga tidak merekrut tenaga profesional? 

Kesiapsiagaan MHERL juga perlu ditingkatkan, mengingat layanan ini diberikan tidak hanya kepada mahasiswa aktif yang ada kampus, tetapi juga mereka yang saat ini sedang menjalani Kuliah Kerja Nyata dengan permasalahannya yang beragam, Kerja Praktik di luar daerah Yogyakarta, hingga yang menjalani exchange atau IISMA sehingga memiliki perbedaan waktu. Oleh karenanya, perlu koordinasi yang lancar dengan pihak fakultas untuk mengetahui agenda dan data mahasiswa secara lebih lengkap, pun nantinya memudahkan dalam menjalankan monitoring. Sebagai usaha mewujudkan sinergitas alur cepat tanggap yang lebih terjangkau, MHERL juga dapat mengupayakan pengadaan penanggung jawab di setiap fakultas yang berfokus pada penanganan kesehatan mental mahasiswa. 

Pada Maret 2024 lalu, akun instagram @hpu_ugm mengunggah informasi yang cukup aneh dan mencurigakan mengenai giveaway handphone. Unggahan tersebut sudah jelas merupakan tindakan pembajakan yang hingga November ini masih dapat dilihat publik  di akun yang sama. HPU telah memiliki akun baru untuk menggantikan akun tersebut dengan username @ugm.health. Sayangnya, akun baru ini masih sangat jauh jika dibandingkan dengan insights akun lamanya yang sudah memiliki 4000-an pengikut. Eksistensi HPU di media sosial mengalami adanya kemunduran. Akan tetapi, inovasi yang telah dilakukan HPU mengenai layanan chatbot mental health menjadi salah satu bukti eksistensi dan peran yang diupayakan. Meski masih belum sempurna, inovasi ini dapat membantu memberikan informasi layanan yang dapat diakses mahasiswa jika mengalami keadaan darurat. Jika ditinjau dari aktivitas kesehatan mental dari HPU di setiap fakultas masih kurang merataan dan seragam. Bahkan, tidak seluruh fakultas memiliki komunitas HPU di dalamnya, terutama mengawal isu kesehatan mental mahasiswa. Sebenarnya, selain HPU, terdapat beberapa lembaga lain yang juga menggaungkan isu serta visi yang serupa. Dengan fakta ini, mengapa masih ada kasus capaian pengakhiran hidup oleh mahasiswa yang tidak tercegah atau tertangani dengan baik?

 

Lantas, apa saja yang perlu dibenahi?

Dalam rangka meningkatkan efektivitas layanan kesehatan mental, terdapat beberapa langkah strategis yang dapat segera dilakukan. Memang benar bahwa telah terdapat berbagai macam layanan yang sudah tersedia di UGM, mulai dari Mental Health Emergency Response Line (MHERL), Unit Konsultasi Psikologi (UKP), hingga program-program di bawah Health Promoting University (HPU). Namun sampai saat ini, belum ada penyelarasan layanan kesehatan mental antara universitas dan fakultas yang mengintegrasikan aduan, pengajuan, dan informasi dalam satu portal. Hal tersebut dapat dilakukan untuk mempermudah akses dan mahasiswa dalam menggunakan layanannya. Melanjutkan hal tersebut pula, perlu adanya sumber daya manusia yang memadai dan kebijakan yang mendukung terkait kejelasan tugas, waktu kerja, serta pemberian honor yang layak, agar tenaga pelaksana tidak hanya bergantung pada mahasiswa magister yang juga memiliki beban akademik. Selain itu, layanan kesehatan mental yang tersedia 24 jam menjadi keharusan, mengingat kebutuhan mahasiswa yang sering kali mendesak dan beragam, termasuk mereka yang berada di luar kampus. Di sisi lain, promosi layanan kesehatan mental melalui media sosial yang seharusnya menjadi garda terdepan justru tampak kurang strategis, terutama pasca pembajakan akun HPU yang belum tertangani hingga kini. Oleh karenanya, perlu ada evaluasi menyeluruh untuk memastikan seluruh layanan yang tersedia benar-benar berdampak pada mahasiswa.

 

Mengapresiasi layanan, mengoptimalisasi perbaikan

Kesehatan mental mahasiswa bukanlah semata-mata bagian kecil, melainkan esensi dari keberhasilan individu tersebut di perguruan tinggi. Upaya UGM dalam memfasilitasi mahasiswanya dengan layanan kesehatan mental yang ada saat ini sudah merupakan langkah yang baik. Namun, masih ada ruang untuk meningkatkan potensi sejumlah layanan ini agar dapat berfungsi dengan lebih maksimal. Peningkatan tersebut tidak hanya mencakup perluasan jangkauannya kepada mahasiswa, tetapi juga memastikan seluruh layanan dapat terintegrasi dengan baik. Komitmen ini menjadi tanggung jawab utama bagi seluruh institusi pendidikan, tidak terkecuali UGM, untuk menciptakan lingkungan yang mendukung, baik secara akademik, emosional, maupun sosial.

Untuk menunaikan tanggung jawab tersebut, perlu adanya upaya peningkatan promosi atas program-program maupun visi lembaga-lembaga yang berfokus pada kesehatan mental. Sentralisasi layanan dengan alur pengaduan yang jelas juga dapat mempermudah mahasiswa dalam mengakses fasilitas-fasilitas tersebut. Jika fasilitas yang cukup baik tidak digunakan dengan baik pula, minim kemungkinan fasilitas tersebut akan terus berjalan optimal dan melakukan perbaikan. Harapannya, seluruh fasilitas kesehatan mental yang disediakan UGM dapat benar-benar berjalan efektif dan berdampak secara langsung dalam mengatasi dan meminimalisasi kasus-kasus krisis di lingkungan kampus.

 

Akses Layanan Kesehatan Mental UGM

Bagi teman-teman yang membutuhkan layanan kesehatan mental, silakan menghubungi nomor-nomor atau website berikut untuk mendapatkan informasi lebih lanjut: 

  1. UGM Academic Hospital (Mental Health Services) : +62811-2548-118
  2. GMC Clinic (Mental Health Support)
  • Psychologist : +62813-2620-0342
  • GMC : +62823-2288-1302
  • Website 

https://bit.ly/KonselingPsikologiGMC

  1. Mental Health Emergency Response Line (MHERL) : +62813-2952-0052
  2. Unit Konsultasi Psikolog (UKP) : +62857-5916-1581

 

Daftar Pustaka 

Limone, P. & Toto, G. A. (2022). Factors That Predispose Undergraduates to Mental Issues: A Cumulative Literature Review for Future Research Perspectives. Frontiers in Public Health, 10. https://doi.org/10.3389/fpubh.2022.831349 

Saheb, R., Mortimer, T., Rutherford, E., Sperandei, S., & Reis, A. (2019). Creating healthy universities: the role of campus‐based health promotion events in supporting student well‐being. Health Promotion Journal of Australia, 32(1), 13-20. https://doi.org/10.1002/hpja.305 

Stolberg, R. (2023). Psychological Theory Can Explain Why the College Experience Is So Good for You. Psi Chi, the International Honor Society in Psychology, 27(3). https://doi.org/10.24839/2164-9812.Eye27.3.21 

Ugmsehat. (2020, March 16). Tentang kami. Health Promoting University UGM. https://hpu.ugm.ac.id/tentang-kami/ 

 

Categories: Artikel

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.