Dilansir dari sebuah artikel berita yang ditulis oleh Widadio di BBC News Indonesia (2024), pemerintah Indonesia sedang mengkaji kemungkinan dijalankannya program student loan atau pinjaman pendidikan sebagai tanggapan atas tingginya kebutuhan pembiayaan pendidikan. Wacana tersebut menuai respons yang beragam, mulai dari respons yang bernada persetujuan hingga yang lebih terdengar pesimis dan khawatir. 

Dilihat dari kontroversi yang mengelilingi program pinjaman pendidikan, kekhawatiran tersebut jelas bukan tak berdasar. Walau dapat menjadi pembuka kesempatan bagi orang-orang yang menginginkan pendidikan tinggi, utang yang besar juga dapat menimbulkan kemungkinan gagal bayar pada peminjamnya (Nuckols dkk., 2020). Pinjaman pendidikan yang lebih tinggi juga cenderung dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang lebih rendah (Deller & Parr, 2021).

Pinjaman pendidikan tidak semata-mata menjadi bentuk bantuan yang sangat diharapkan. Reaksi masyarakat Indonesia terhadap student loan dapat diproyeksikan dengan melihat kebiasaan masyarakat Indonesia saat ini. Salah satu hal yang dapat kita perhatikan adalah kondisi mental accounting pada masyarakat Indonesia, khususnya mahasiswa Indonesia. Menurut Rospitadewi dan Efferin (2017), mental accounting adalah proses kognitif ketika individu mencatat, meringkas, menganalisis, dan melaporkan transaksi atau kejadian finansial untuk menelusuri aliran uang dan mengendalikan pengeluaran. Terlahir di era modernisasi teknologi, mahasiswa Indonesia memiliki tawaran kemudahan akses terhadap banyak hal, misalnya seperti informasi dan produk yang berkaitan dengan kemudahan akses mahasiswa untuk melakukan pinjaman online. Kemudahan akses tersebut sering kali menimbulkan penyalahgunaan keuangan untuk keperluan yang tidak penting (Kusnandar dkk., 2022). Selain itu, sejumlah besar literatur telah menunjukkan bahwa individu tidak hanya termotivasi oleh kepentingan pribadi, tetapi juga oleh kepedulian mereka terhadap konsekuensi tindakan mereka terhadap orang lain (Ghidoni & Ploner, 2021). Berdasarkan hal-hal tersebut, dapat terlihat bahwa student loan ini akan bermanfaat jika diberikan kepada mereka yang benar-benar mampu meregulasi dirinya agar fokus pada tujuan pendidikan. Sebaliknya, jika student loan ini diterapkan dan diberikan kepada mereka yang masih sulit meregulasi diri serta memprioritaskan banyak hal lain di luar pendidikan, kemungkinan besar ini akan berdampak buruk dan malah membebani mereka.

Hingga kini, utang digadang sebagai ketidakmampuan seseorang dalam mencari alternatif pendapatan lain untuk memenuhi kebutuhannya (Herispon, 2018) sehingga dalam masyarakat terbentuk persepsi bahwa utang adalah representasi dari ketidaksuksesan finansial. Student loan menawarkan hal yang serupa dengan utang. Baker dan Montalto (2019) menyebutkan bahwa dalam jangka panjang, kewajiban good debitor dari student loan dapat menimbulkan tekanan sosial dan finansial sehingga berpotensi menimbulkan perilaku menyimpang, baik depresif maupun agresif. Temuan tersebut diperkuat oleh pendapat Curto dkk. (2023) yang menyatakan bahwa masalah perekonomian merupakan overwhelming stressor yang menjadi salah satu penyebab seseorang melakukan penyimpangan. 

Pada usia dewasa muda, individu memiliki ragam tugas perkembangan terkait fungsi rasional, sosial, dan emosional (Santrock, 2018). Student loan dapat memengaruhi pemenuhan fungsi-fungsi tersebut. Beban student loan rawan menyebabkan stress proliferation, yakni stres finansial yang dapat memicu respons stres di aspek perkembangan lainnya serta memiliki efek berkelanjutan (Walsemann dkk., 2015). Namun, jika dipandang dari sisi humanistik, student loan bisa menjadi bentuk pemenuhan hal mendasar supaya individu merasa aman (safety needs) untuk mengupayakan aktualisasi dirinya. Psikologi humanistik memaknai adanya personal growth sehingga mempercayai kemampuan individu dalam memandang beban sebagai tantangan pada rangkaian experiential learning untuk menjadi versi terbaik dari dirinya (Gazzaniga dkk., 2016). Melalui ragam tinjauan psikologis ini, student loan masih memerlukan kajian komprehensif untuk bisa membuatnya lebih applicable di Indonesia. Student loan yang digadang dapat menuntaskan permasalahan pendidikan, ternyata masih  memberikan ancaman yang nyata. 

Penerapan student loan di Indonesia berpotensi menimbulkan dampak kesehatan mental apabila tidak disertai pertimbangan menyeluruh. Meskipun dana bantuan yang diberikan dapat memberikan keuntungan jangka pendek, seperti meringankan stres dan meningkatkan rasa aman, beban tanggung jawab untuk mengembalikan pinjaman dapat memberikan tekanan psikologis yang besar. Menurut Sato dkk. (2020), tingkat utang yang dimiliki berasosiasi dengan masalah kesehatan fisik dan mental karena pembayaran utang secara langsung dapat menyebabkan tekanan finansial, kecemasan, perilaku tidak sehat, dan keterbatasan dalam menggunakan layanan kesehatan. Studi yang dilakukan oleh Lindgren dkk. (2023) mendapati bahwa lulusan perguruan tinggi dengan tingkat utang yang tinggi berkaitan dengan masalah minuman keras, kecemasan, depresi, bahkan pikiran bunuh diri, terutama di kalangan lulusan yang kesulitan secara finansial. Beban psikologis akan utang berpotensi menimbulkan penundaan transisi ke masa dewasa awal yang seharusnya ditandai dengan hidup mandiri dari keluarga (identity) dan hidup bersama orang lain dalam hubungan yang terikat serta berkomitmen jangka panjang (intimacy) (Vaillant, 2012, dalam Malone dkk., 2016). Hal tersebut karena tanggungan yang dimiliki memaksa individu untuk menunda pencapaian besar, seperti menikah, menggapai karir yang diinginkan, membeli rumah, dan memiliki anak. Selain itu, berbagai tekanan yang datang bisa mengarah pada pemilihan bidang karir yang tidak sesuai dengan minat individu karena memprioritaskan gaji yang besar, bukan peraihan mimpi. Hal tersebut berpotensi menurunkan tingkat kesejahteraan psikologis yang disebabkan oleh rasa keterpurukan karena hilangnya kesempatan meraih mimpi (Höpfner & Keith, 2021).

Melihat fakta-fakta yang sudah terjadi dari adanya penerapan student loan di negara lain, terdapat beberapa implikasi yang muncul. Salah satu yang paling utama yaitu penurunan fungsi psikologis yang kemudian mengarah pada munculnya dampak negatif di berbagai aspek. Dengan demikian, perlu adanya tinjauan ulang dan dukungan dari berbagai pihak untuk memastikan kebijakan student loan dapat terlaksana dengan baik apabila akan diterapkan di Indonesia. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah edukasi terhadap peminjam mengenai risikonya. Penjelasan mengenai beban dan tanggung jawab yang akan muncul di masa yang akan datang perlu ditegaskan dari awal proses peminjaman. Selain itu, perlu juga adanya asesmen terhadap kelayakan penerima student loan, termasuk asesmen mengenai karakter dan kemauan mahasiswa untuk memenuhi potensi diri. Hal tersebut bertujuan untuk mendorong mahasiswa dalam pengembangan diri melalui identifikasi kekuatan dan potensi yang dimilikinya. Asesmen tersebut kemudian dapat dilanjutkan dengan verifikasi penerima student loan dengan harapan peminjam merupakan anggota masyarakat yang membutuhkan bantuan dan mengetahui dengan pasti aturan serta kebijakan yang berlaku. Usaha dari berbagai pihak juga diperlukan, mulai dari pihak pemerintah dalam menyusun kebijakan, pihak praktisi dan akademisi dalam penerapan yang sesuai, hingga pihak mahasiswa sebagai peminjam yang bijak. Apabila seluruh pihak bekerja sama secara maksimal, program student loan dapat dilakukan secara tepat sehingga pendidikan di Indonesia dapat bermanfaat dan terlaksana secara merata.

 

 

Daftar Pustaka

Baker, A., & Montalto, C. (2019). Student loan debt and financial stress: Implications for academic performance. Journal of College Student Development, 60(1), 115-120. https://doi.org/10.1353/CSD.2019.0008

Curto, G., Kiritchenko, S., Nejadgholi, I., & Fraser, K. (2023). The crime of being poor. arXiv (Cornell University). https://doi.org/10.48550/arXiv.2303.14128

Deller, S., & Parr, J. (2021). Does Student Loan Debt Hinder Community Well-Being?. International journal of community well-being, 4(2), 263–285. https://doi.org/10.1007/s42413-020-00107-1

Gazzaniga, M., Heatherton, T., & Halpern, D. (2016). Psychological science (5th ed.). W. W. Norton & Company.

Ghidoni, R., & Ploner, M. (2020). When do the expectations of others matter? Experimental evidence on distributional justice and guilt aversion. Theory and Decision, 91(2), 189-234. https://doi.org/10.1007/s11238-020-09792-y 

Herispon. (2018). Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku utang rumah tangga (Sebuah kajian literatur). Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Bisnis (Fakultas Ekonomi Universitas Lancang Kuning), 15(2), 89-101. https://doi.org/10.31849/jieb.v15i2.1156

Höpfner, J., & Keith, N. (2021). Goal Missed, Self Hit: Goal-Setting, Goal-Failure, and Their Affective, Motivational, and Behavioral Consequences. Frontiers in psychology, 12, 704790. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2021.704790 

Kusnandar, D. L., Kurniawan, D., & Sahroni, N. (2022). Pengaruh mental accounting Pada Generasi Z Terhadap financial behaviour Pada masa Pandemi Covid 19 dengan dimediasi Gaya Hidup. Valid: Jurnal Ilmiah, 19(2), 97-106. https://doi.org/10.53512/valid.v19i2.213 

Lindgren, K. P., Tristao, T., & Neighbors, C. (2023). The association between student loan debt and perceived socioeconomic status and problematic drinking and mental health symptoms: A preliminary investigation. Addictive Behaviors, 139, 107576. https://doi.org/10.1016/j.addbeh.2022.107576 

Malone, J. C., Liu, S. R., Vaillant, G. E., Rentz, D. M., & Waldinger, R. J. (2016). Midlife Eriksonian psychosocial development: Setting the stage for late-life cognitive and emotional health. Developmental psychology, 52(3), 496–508. https://doi.org/10.1037/a0039875 

Nuckols, W., Bullington, K. E., & Gregory, D. E. (2020). Was it Worth it? Using Student Loans to Finance a College Degree. Higher Education Politics and Economics, 6(1), 1–19. https://doi.org/10.32674/hepe.v6i1.1358

Rospitadewi, E., & Efferin, S. (2017). Mental Accounting dan Ilusi Kebahagiaan: Memahami Pikiran dan Implikasinya bagi Akuntansi. Jurnal Akuntansi Multiparadigma. https://doi.org/10.18202/jamal.2017.04.7037 

Santrock, J. W. (2018). A topical approach to life-span development (9th ed.). McGraw-Hill Education.

Sato, Y., Watt, R. G., Saijo, Y., Yoshioka, E., & Osaka, K. (2020). Student Loans and Psychological Distress: A Cross-sectional Study of Young Adults in Japan. Journal of epidemiology, 30(10), 436–441. https://doi.org/10.2188/jea.JE20190057

Walsemann, K., Gee, G., & Gentile, D. (2015). Sick of our loans: Student borrowing and the mental health of young adults in the United States. Social Science & Medicine, 124, 85-93. https://doi.org/10.1016/j.socscimed.2014.11.027

Widadio, N. (2024, Februari 3). Student loan: Apa itu pinjaman pendidikan dan mungkinkah diterapkan di Indonesia?. BBC News Indonesia. https://www.bbc.com/indonesia/articles/c6pxnmn8z1eo

Categories: Artikel

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.